Ketuban Pecah
Dini
Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan.
Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm
terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup
bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%.
Gambar 1. Ketuban Pecah
Penyebab
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang
disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok,
dan perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD :
- Inkompetensi serviks
(leher rahim)
- Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
- Riwayat KPD sebelumya
- Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
- Kehamilan kembar
- Trauma
- Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu
- Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim
Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat
dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal
dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes
tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan
trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Pemeriksaan melalui
ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban
yang terdapat di dalam rahim.
Komplikasi KPD
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru
lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD
prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis
(radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali
pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm.
Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm.
Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 23 minggu.
Gambar 3. Keluarnya Tali Pusar
Penanganan Ketuban Pecah di Rumah
- Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
- Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
- Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
- Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
- Jangan coba
melakukan pemeriksaan dalam sendiri
Terapi
Apabila terjadi pecah ketuban, maka segeralah pergi ke rumah sakit.
Dokter kandungan akan mendiskusikan rencana terapi yang akan dilakukan, dan hal
tersebut tergantung dari berapa usia kehamilan dan tanda-tanda infeksi yang
terjadi. Risiko kelahiran bayi prematur adalah risiko terbesar kedua setelah
infeksi akibat ketuban pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru
janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir
dari kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan langkah yang akan
diambil.
Kontraksi akan terjadi dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah apabila
kehamilan sudah memasuki fase akhir. Semakin dini ketuban pecah terjadi maka
semakin lama jarak antara ketuban pecah dengan kontraksi. Jika tanggal persalinan sebenarnya belum tiba, dokter biasanya akan menginduksi persalinan dengan pemberian oksitosin (perangsang kontraksi) dalam 6 hingga 24 jam setelah pecahnya ketuban. Tetapi jika memang sudah masuk tanggal persalinan dokter tak akan menunggu selama itu untuk memberi induksi pada ibu, karena menunda induksi bisa meningkatkan resiko infeksi.
Apabila paru bayi belum matang dan tidak terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka istirahat dan penundaan kelahiran (bila belum waktunya melahirkan) menggunakan magnesium sulfat dan obat tokolitik. Apabila paru janin sudah matang atau terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka induksi untuk melahirkan mungkin diperlukan.
Apabila paru bayi belum matang dan tidak terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka istirahat dan penundaan kelahiran (bila belum waktunya melahirkan) menggunakan magnesium sulfat dan obat tokolitik. Apabila paru janin sudah matang atau terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka induksi untuk melahirkan mungkin diperlukan.
Penggunaan steroid untuk pematangan paru janin masih merupakan
kontroversi dalam KPD. Penelitan terbaru menemukan keuntungan serta tidak adanya
risiko peningkatan terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Steroid berguna untuk
mematangkan paru janin, mengurangi risiko sindrom distress pernapasan pada
janin, serta perdarahan pada otak.
Penggunaan antibiotik pada kasus KPD memiliki 2 alasan. Yang pertama
adalah penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi setelah kejadian KPD
preterm. Dan yang kedua adalah berdasarkan hipotesis bahwa KPD dapat disebabkan
oleh infeksi dan sebaliknya KPD preterm dapat menyebabkan infeksi. Keuntungan
didapatkan pada wanita hamil dengan KPD yang mendapatkan antibiotik yaitu,
proses kelahiran diperlambat hingga 7 hari, berkurangnya kejadian korioamnionitis serta sepsis neonatal (infeksi pada
bayi baru lahir).
Pencegahan
Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup
efektif. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal
triwulan ketiga dianjurkan.
No comments:
Post a Comment