Aborsi
Definisi
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah “abortus” adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia 20 minggu kehamilan
atau berat bayi kurang dari 500 g (ketika janin belum dapat hidup di luar
kandungan).1 Angka kejadian aborsi meningkat dengan bertambahnya
usia dan terdapatnya riwayat aborsi sebelumnya. Proses abortus dapat berlangsung
secara :
- Spontan / alamiah (terjadi secara alami, tanpa tindakan
apapun)
- Buatan / sengaja (aborsi yang dilakukan secara sengaja),
- Terapeutik / medis (aborsi yang dilakukan atas indikasi medik karena
terdapatnya suatu permasalahan atau komplikasi).
Frekuensi terjadinya aborsi di Indonesia sangat sulit dihitung secara
akurat karena banyaknya kasus aborsi buatan / sengaja yang tidak dilaporkan.
Berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi
setiap tahunnya. Pada penelitian di Amerika Serikat terdapat 1,2 – 1,6 juta
aborsi yang disengaja dalam 10 tahun terakhir dan merupakan pilihan wanita
Amerika untuk kehamilan yang tidak diinginkan. Secara keseluruhan, di seluruh
dunia, aborsi adalah penyebab kematian yang paling utama dibandingkan kanker
maupun penyakit jantung.
Alasan
Aborsi yang dilakukan seorang wanita hamil memiliki berbagai macam
alasan, baik alasan medis maupun alasan non medis. Menurut studi dari Aida
Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998), menyatakan bahwa hanya 1 % kasus
aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3 % karena
membahayakan nyawa calon ibu, dan 3 % karena janin akan tumbuh dengan cacat
tubuh yang serius. Sedangkan 93 % kasus aborsi lainnya adalah karena
alasan-alasan non medis diantaranya adalah tidak ingin memiliki anak dengan
alasan takut mengganggu karir atau sekolah, tidak memiliki cukup uang untuk
merawat anak, dan tidak ingin memiliki anak tanpa ayah.
Penyebab
Penyebab abortus spontan bervariasi meliputi infeksi, faktor hormonal,
kelainan bentuk rahim, faktor imunologi (kekebalan tubuh), dan penyakit dari
ibu. Penyebab abortus pada umumnya terbagi atas faktor janin dan faktor
ibu.
Faktor Janin
Pada umumnya abortus spontan yang terjadi karena faktor janin disebabkan
karena terdapatnya kelainan pada perkembangan janin [seperti kelainan kromosom
(genetik)], gangguan pada ari-ari, maupun kecelakaan pada janin. Frekuensi
terjadinya kelainan kromosom (genetik) pada triwulan pertama berkisar sebesar
60%.
Faktor ibu
Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor ibu yang dapat menyebabkan
abortus spontan adalah faktor genetik orangtua yang berperan sebagai
carrier (pembawa) di dalam kelainan genetik; infeksi pada kehamilan
seperti herpes simpleks virus, cytomegalovirus, sifilis, gonorrhea; kelainan
hormonal seperti hipertiroid, kencing manis yang tidak terkontrol; kelainan
jantung; kelainan bawaan dari rahim, seperti rahim bikornu (rahim yang bertanduk), rahim yang bersepta
(memiliki selaput pembatas di dalamnya) maupun parut rahim akibat riwayat kuret
atau operasi rahim sebelumnya. Mioma pada rahim
juga berkaitan dengan angka kejadian aborsi spontan.
Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya abortus adalah
:
- Usia ibu yang lanjut
- Riwayat kehamilan sebelumnya yang kurang baik
- Riwayat infertilitas (tidak memiliki anak)
- Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan
- Infeksi (cacar, toxoplasma, dll)
- Paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat-obatab, alkohol,
radiasi)
- Trauma pada perut atau panggul pada 3 bulan pertama
kehamilan
- Kelainan kromosom (genetik)
Tanda dan Gejala
- Nyeri perut bagian bawah
- Keram pada rahim
- Nyeri pada punggung
- Perdarahan dari kemaluan
- Pembukaan leher rahim
- Pengeluaran janin dari dalam rahim
Proses abortus sendiri terbagi atas :
Abortus imminens
Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan dari rahim sebelum
kehamilan mencapai usia 20 minggu, dimana janin masih berada di dalam rahim dan
tanpa disertai pembukaan dari leher rahim. Apabila janin masih hidup maka
kehamilan dapat dipertahankan, akan tetapi apabila janin mengalami kematian,
maka dapat terjadi abortus spontan. Penentuan kehidupan janin dapat dilakukan
dengan pemeriksaan USG (Ultrasonografi) untuk melihat gerakan dan denyut jantung
janin. Denyut jantung janin dapat juga didengarkan melalui alat Doppler atau
Laennec apabila janin sudah mencapai usia 12 – 16 minggu. Tatalaksana yang
dilakukan meliputi istirahat baring.
Abortus insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari rahim
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya pembukaan leher rahim, namun
janin masih berada di dalam rahim. Pada tahapan ini terjadi perdarahan dari
rahim dengan kontraksi yang semakin lama semakin kuat dan semakin sering,
diikuti dengan pembukaan leher rahim.
Tatalaksana yang dilakukan adalah pengeluaran sisa hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) dengan infus oksitosin, dan / atau dengan kuretase.
Tatalaksana yang dilakukan adalah pengeluaran sisa hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) dengan infus oksitosin, dan / atau dengan kuretase.
Gambar 1. Kuretase
Abortus inkompletus
Pada abortus inkompletus, produk konsepsi (janin) sebagian sudah keluar
akan tetapi masih ada sisa yang tertinggal di dalam rahim. Gejala yang terjadi
adalah keram pada rahim disertai perdarahan rahim dalam jumlah banyak, terjadi
pembukaan, dan sebagian jaringan keluar. Penanganan yang dilaksanakan adalah
mengawasi kondisi ibu agar tetap stabil dan pengeluaran seluruh jaringan hasil
konsepsi yang masih tertinggal di dalam rahim.
Abortus kompletus
Abortus kompletus ditandai dengan pengeluaran lengkap seluruh hasil
konsepsi yang diikuti dengan sedikit perdarahan, dan nyeri. Tatalaksana yang
dilakukan adalah peningkatan keadaan umum ibu.
Missed abortion
Pada kasus missed abortion, kematian janin terjadi tanpa adanya
pengeluaran dari hasil konsepsi. Alasan mengapa janin yang meninggal tidak
keluar masih belum jelas. Biasanya didahului dengan tanda dan gejala abortus
imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah
pengobatan. Tes kehamilan menjadi negatif, tanda-tanda kehamilan tidak ada, dan
denyut jantung janin tidak dapat terdeteksi.
Abortus terapeutik
Abortus yang dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu atas
pertimbangan kesehatan wanita, dimana apabila kehamilan itu dilanjutkan akan
membahayakan dirinya. Misalnya pada wanita dengan kelainan jantung. Dapat juga
dilakukan atas pertimbangan kelainan janin yang berat.
Abortus septik
Abortus spontan dapat diikuti dengan komplikasi infeksi. Infeksi dapat
terjadi akibat tindakan abortus yang tidak sesuai dengan prosedur (misalnya oleh
dukun). Infeksi yang terjadi pada umumnya endometritis, yang bisa berkembang menjadi parametritis dan peritonitis.
Abortus berulang
Abortus berulang adalah abortus yang terjadi sebanyak 3 kali atau lebih
pada 3 bulan pertama kehamilan. Abortus berulang primer terjadi pada wanita yang
belum pernah memiliki anak yang hidup sebelumnya. Abortus berulang sekunder
adalah abortus yang terjadi pada wanita yang sebelumnya sudah pernah memiliki
anak lahir hidup.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan USG, pemeriksaan
darah, dan pemeriksaan hormonal kadar B-hCG.
Tatalaksana pasca abortus
Pemeriksaan untuk mencari penyebab abortus spontan dengan menggunakan
USG atau kadar B-hCG selama 1-2 bulan berikutnya. Sesudah mengalami abortus, ibu
dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu gunakan
kontrasepsi kondom atau pil).
No comments:
Post a Comment